Wednesday, May 1, 2013

Re-mind

                “Dhis pulang yuk. Bosen ah disekolah kerjaannya nonton mulu,” ajak Bella.
                “Yakan unas udah kelar, mau ngapain lagi? Gue ga pulang, mau ke toko buku dulu,” kataku.
                “Yasudah, gue balik duluan ya guys,” pamit Bella pada seluruh anak-anak dikelas.  Aku, Nia, Dhifa dan Ajeng melanjutkan menonton film yang sudah separuh berjalan. 
                “Gak ngebayangin deh LDR Indonesia-Australia. Kangennya itu lho….duh kasian ya,” celoteh Ajeng.  Mendengar itu aku tersenyum. Seketika ingatanku kembali pada waktu tanggal 26 Desember. Pada waktu aku dan dia, Noval, memulai hubungan jarak jauh. Jogja dan Jakarta.
                Memang itu bukan jarak yang terlalu jauh. Tapi siapa yang kuat dengan rasa kangen yang terus memukuli hati karena tidak bisa bertemu dalam waktu yang cukup lama? Mungkin ada, namun tidak dengan aku. Rasa kangen yang terus menerus datang tidak dapat aku tolak.
                Bukan hanya rasa kangen yang terus menyiksa. Rasa cemburu juga datang. Cemburu dengan teman-teman lawan jenisnya yang bisa melihat dia setiap hari di sekolah. Iya, aku tipe orang yang amat sangat pencemburu. Aku juga tipe orang yang suka khawatir. Jika dia tidak mengabariku atau mengucapkan ‘selamat pagi’ aku langsung cemas dan aku memberanikan diri untuk mengirimkan pesan duluan. Kadang aku tidak berani karena takut mengganggu tidurnya. Aku dan Noval sudah tidak kuat dengan jarak yang memisahkan kami berdua. Pada akhirnya, tepat tanggal 3 Maret kami memutuskan mengakhiri hubungan jarak jauh ini.
                Film yang aku dan teman-temanku putar sudah selesai. Kami memutuskan untuk pulang. Nia dan Dhifa memutuskan untuk pulang duluan. Sedangkan aku dan Ajeng menunggu jemputan kami. Sungguh, aku tidak suka momen ini. Tak lama jemputanku sudah datang “Gue balik dulu ya, Jeng. Selamat nunggu jemputan sendirian mblo,” kataku sambil melambaikan tangan lalu pergi kearah mobil jemputanku.
                “Pak, aku ke toko buku aja,” kataku pada supir jemputan. Mobil pun meluncur kearah toko buku yang aku tuju.
***
                Aku memasuki toko buku, sendirian dengan seragam putih biru dan tas ransel cokelat yang aku bawa. Aku mencari novel yang membuatku niat pergi ke toko buku. Ya, buku ini sudah aku incar sejak sebelum unas.
                Setelah aku mendapatkan  buku yang aku cari, aku memutuskan melihat-lihat buku dibagian ‘new release’. Mendadak mataku tertuju pada buku bersampul putih dengan ilustrasi jalan raya pada sampulnya. Aku membaca judulnya, aku mengambil buku itu dan memutuskan untuk membaca bagian belakang buku. Aku tersenyum lagi, buku tentang LDR ini membuatku mengingat Noval lagi.
                Aku menuju kasir dengan membawa 3 buku. 2 buku yang sudah aku incar sejak lama dan 1 buku yang tidak sengaja aku tertarik dengannya. Aku masih mengingat Noval, tentang semua kejadian yang pernah aku alami bersamanya.
                “Totalnya 140.500 mbak,” kata mas kasir, membuyarkan lamunanku. Aku memberikan uang  150.000. “Ini mbak kembaliannya, 9.500 ya. Makasih mbak,” mas kasir itu memberikan selembar uang 5 ribu, 2 lembar uang 2 ribuan dan 1 koin logam bertuliskan angka 500.  “Sama-sama mas,” jawabku, lalu meninggalkan toko buku itu.
                Siang ini sangat terik. Aku menunggu angkot di perempatan dekat toko buku tadi. Tak lama angkot berwarna kuning yang aku tunggu daritadi datang. Aku masuk dan duduk didekat pintu.  Aku memangku kantong plastik berisi 3 buku itu sambil menatap keluar angkot. Pikiranku kembali tidak karuan. Aku menatap buku bersampul putih itu lagi, kenapa gue bisa beli buku ini? Harusnya gue lupain dia, sedangkan buku ini bikin inget sama dia pikirku. Lalu aku menatap keluar jendela lagi.
                “Mbak mau turun dimana?” tanya supir angkot. Suasanya angkot hening. Memang, pada saat itu tinggal aku penumpang satu-satunya yang belum turun. “Mbak mbak, mau turun dimana?” ulang supir angkot itu lagi, kali ini beliau berhasil membuyarkan lamunanku.
                “Eh iya pak? Perempatan lampu merah depan ya pak,” kataku.

***
                Malam ini aku tidak bisa tidur. Aku memutuskan untuk membaca buku bersampul putih itu.  Halaman demi halaman aku baca dengan benar. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, ada BBM. Ternyata dari Noval. “Dhis, bantuin gue dong. Gimana caranya biar cewek peka?” tanya Noval. Aku terdiam. Jadi sekarang Noval sudah punya yang baru sedangkan aku masih belum bisa moveon dari dia? Tidak adil. “Cowo kok main kode-kodean, frontal dong. Langsung tembak,” balasku. Dadaku terasa sesak, air mataku menetes.  Lalu Noval hanya membaca balasan dariku. Aku membuka laptop dan berniat untuk blogging. Lalu aku menulis sebuah curhatan kecil tanpa judul. Dengan berharap Noval membaca postinganku kali ini dan dia mengerti.
Buat lo yang masih betah nongkrong dipikiran gue.
Tau ga sampe sekarang gue masih ngestuck di lo. Males rasanya moveon dari lo. Gue nyaman sama lo. Tau kok gue bukan siapa-siapa gue lagi, tapi gue seneng lo masih BBM-in gue. Kadang gue bener-bener pengen moveon dari lo, tapi selalu aja ada sesuatu yang bikin gue keinget sama lo terus. Dan akhirnya gue nyerah sama perasaan gue kali ini. Gue bakal biarin sampe ada orang yang bener-bener bisa bikin gue lupa sama lo. Entah itu besok, lusa, tahun depan atau bahkan 5 tahun lagi. Seenggaknya kita masih komunikasi kayak gini terus, gue udah seneng kok. Terimakasih buat semua kenangannya.
Aku menekan tombol ‘Publish’ dan menutup laptopku. Sudah pukul 11 malam, waktunya untuk tidur. Semoga Noval membaca apa yang aku tulis. Ya, semoga.