Tuesday, August 19, 2014

Let Me Be

                Jihan yang baru saja meletakkan tasnya di lantai langsung membanting dirinya ke kasur. Ujian nasional hari terakhir membuatnya sangat membuatnya pusing dengan rumus-rumus fisika. Namun terasa lega saat sudah menyelesaikannya, meskipun masih sangat deg-degan menunggu hasilnya. Tiba-tiba handphone Jihan berbunyi.  Ternyata ada pesan.
“Han, how’s your test?” tanya Oka. Laki-laki yang sudah menjadi teman penanya selama 3 tahun itu hampir setiap hari meramaikan ponselnya. Meskipun mereka sebelumnya belum pernah bertemu, tapi mereka sudah sangat dekat. Mereka mempunyai banyak kesamaan, salah satunya travelling dan fotografi. Maka dari itu, mereka bisa semakin dekat. “Great. I got headache cause Physic. How bout you?” Jihan membalas pesan Oka. Tanpa menunggu lama, Oka sudah membalas pesan Jihan. “Gue lumayan. Ada yang gue bisa, ada yang ngasal juga.”
“Berdoa aja, Ka. Semoga hasilnya memuaskan.  Gue degdegan sama SNMPTN gue nih. Semoga kita bisa satu kampus ya haha,” Jihan dan Oka memang mendaftar di perguruan tinggi negeri dan fakultas yang sama sebagai pilihan pertama. Ini sebuah kebetulan, karena keduanya tidak pernah memberi tahu sebelum mereka mendaftar.
“Amin, Han. Nanti kita hunting foto bareng ya, terus ngebolang kemana-mana,” jawab Oka.
“Tapi jangan apa-apain gue. Jangan culik gue, jangan bunuh gue,”
“Gue ga sejahat itu, Han. Anyway, bentar lagi gue bakalan pisah sama crush gue dong?” Oka memang sudah hampir 2 tahun menyukai adik kelasnya yang bernama Sarah itu. Oka sering meminta saran kepada Jihan untuk mendekati Sarah. Tapi ia selalu tidak berani.
“Emmm yeah. Tapi kalian masih bisa komunikasi kan? Jarak itu ga ada apa-apanya kalo lo udah sayang sama dia,”
“Gue sih sayang, dianya? Kenal sama gue aja engga. Ya mungkin cuma tau nama gue,”
“Makanya kenalan Oka. Masa lo ga berani sih?”
“Engga. Lo tau kan gue takut banget sama cewe? Gue udah bilang berapa kali sih ke lo?” Oka memang takut jika berhadapan sama cewek. Ia selalu merasa gugup. Katanya, cewek itu aneh dan mengerikan. Entah dilihat dari sisi sebelah mana.
“Berarti lo takut sama gue dong kalo nanti kita satu kampus?” tanya Jihan.
“Hahaha mana gue tau, emang lo cewek?” Oka tau bahwa Jihan bukan cewek yang feminim. Ia tidak bisa berdandan seperti cewek biasanya, kulitnya tidak terlalu putih, ia juga tidak terlalu tinggi.
“Iyalah gue cewe,” jawab Jihan
***
                Pengumuman SNMPTN tiba. Ia tidak memberi tau Jihan ia diterima di PTN pilihannya atau tidak. “Nanti kalo gue udah daftar ulang baru gue bilang ke lo, ini belum fix Han,” katanya waktu pengumuman SNMPTN sudah keluar.
                Namun, pada saat daftar ulang, ternyata Oka juga masuk di PTN yang sama dengan Jihan. “Jihan!” teriaknya di parkiran kampus sambil berjalan kearah Jihan saat ia menunggu jemputan kakaknya.  “Oka?” itu pertama kalinya mereka bertemu selama mereka berteman. Akhirnya mereka mengunjungi cafĂ© dekat kampus untuk menimkati makan siang.
                “Let me guess, lo pasti mau pesen ice matcha latte kan?” tebak Oka saat mereka membuka daftar menu yang diberikan pelayan. Jihan mengangguk.
                “Ice matcha latte dua, chicken cordon bleu satu, lo apa Han?”
                “Sama roast chicken breast mbak,” kata Jihan pada pelayan yang mencatat pesanan mereka.
                “Oke saya ulang ya kak, makannya chicken cordon bleu satu, roast chicken breastnya satu. Minumnya ice matcha latte dua, ada apa lagi kak?” ulang pelayan tersebut.
                “Engga mbak itu aja,” Jihan menjawab.
                “Baiklah,” pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua. Jihan dan Oka duduk di meja pojok dekat jendela, sehingga mereka bisa lebih leluasa berbincang tanpa takut ada orang mendengar.
                Mereka berbincang tentang banyak hal. Mulai dari hobi mereka yang kebetulan sama hingga urusan percintaan mereka.
                “Lo kok ga nyusul si Aldry kuliah di Surabaya?” tanya Oka, saat mereka membahas masalah percintaan mereka. Aldry adalah kakak kelas Jihan yang ia sukai sewaktu SMA.
                “Haha, nope. Gue lebih nyaman disini kayanya daripada harus pindah jauh ke Surabaya,” jawab Jihan ringan. Pembicaraan mereka terputus karena pelayan sudah mengantarkan makanan mereka. “Makan dulu yuk,” ajak Jihan. Mereka asik menikmati makan siang mereka.
                “Han, lo udah ga suka lagi sama Aldry?” tanya Oka tiba-tiba.
                “Engga, kenapa?” “Engga apa-apa sih,” mereka pun melanjutkan makan siang mereka yang belum selesai.
                Setelah makan siang mereka selesai, mereka melanjutkan perbincangan mereka lagi.
                “Lo ngekos dimana, Ka?” tanya Jihan. “Belum dapet, bantuin cari dong. Nginep dirumah lo juga gapapa deh, gue bayar,” Jihat mengernyitkan dahi. “Bercanda, Han” Oka tersenyum jahil menatap Jihan. Mereka diam lagi, Jihan menikmati sisa-sisa ice matcha latte yang ia pesan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, “Halo? Iya kak? Masih lunch sama temen nih. Kakak engga bisa jemput? Yaudah aku panggil taksi aja, oke bye,” Jihan menutup telfonnya.
                “Siapa?” tanya Oka, penasaran. “Kakak gue, dia engga bisa jemput katanya. Bentar y ague telfon taksi dulu,” Jihan menjawab. “Engga usah, Han. Gue anterin aja, gue bawa mobil saudara gue tadi kesini,” kata Oka. Jihan masih mempertimbangkannya. “Hmm okay, tapi jangan culik gue ya!” “Selow kali mbak haha, sekalian gue mau mampir rumah lo ya? Mau kenalan sama calon mertua gue,” Jihan yang sedang minum langsung tersedak.
                “Apa?” Jihan masih tidak percaya apa yang barusan di dengarnya.
                “Han, gue suka sama lo. Gue udah niat banget kalo kita ketemu pas daftar ulang, gue mau bilang perasaan gue ke lo,” Oka menjelaskan.
                “Sarah?” tanya Jihan.
                “Gue udah lama move on dari Sarah, Han. Gue nyaman sama lo, dulu emang lo temen curhat terbaik gue. Sekarang gue punya perasaan lebih dari itu. Let me be your everything,” Oka menanyakan lagi.
                “Hmm okay,” jawab Jihan, ia tersenyum.
                “Yes, yaudah gue anterin lo pulang ya. Boleh mampir kan buat ketemu calon mertua?” Oka tersenyum jahil lalu berdiri. Jihan ikut berdiri lalu memukul lengan Oka.
                “Yaudah yuk, cuman ada mama doang tapi dirumah,” kata Jihan sambil melangkah ke arah pintu keluar.
                “Engga apa-apa, kan doa ibu yang paling ampuh hehe. Siapa tau kita langsung disuruh nikah,”
                “Oka ih,” Jihan kembali memukul lengan Oka.