Jihan
yang baru saja meletakkan tasnya di lantai langsung membanting dirinya ke
kasur. Ujian nasional hari terakhir membuatnya sangat membuatnya pusing dengan
rumus-rumus fisika. Namun terasa lega saat sudah menyelesaikannya, meskipun
masih sangat deg-degan menunggu hasilnya. Tiba-tiba handphone Jihan
berbunyi. Ternyata ada pesan.
“Han, how’s
your test?” tanya Oka. Laki-laki yang sudah menjadi teman penanya selama 3
tahun itu hampir setiap hari meramaikan ponselnya. Meskipun mereka sebelumnya
belum pernah bertemu, tapi mereka sudah sangat dekat. Mereka mempunyai banyak
kesamaan, salah satunya travelling
dan fotografi. Maka dari itu, mereka bisa semakin dekat. “Great. I got headache cause Physic. How bout you?” Jihan membalas
pesan Oka. Tanpa menunggu lama, Oka sudah membalas pesan Jihan. “Gue lumayan.
Ada yang gue bisa, ada yang ngasal juga.”
“Berdoa aja, Ka. Semoga hasilnya
memuaskan. Gue degdegan sama SNMPTN gue
nih. Semoga kita bisa satu kampus ya haha,” Jihan dan Oka memang mendaftar di
perguruan tinggi negeri dan fakultas yang sama sebagai pilihan pertama. Ini
sebuah kebetulan, karena keduanya tidak pernah memberi tahu sebelum mereka
mendaftar.
“Amin, Han. Nanti kita hunting foto bareng ya, terus ngebolang kemana-mana,” jawab Oka.
“Tapi jangan apa-apain gue. Jangan culik gue,
jangan bunuh gue,”
“Gue ga sejahat itu, Han. Anyway, bentar lagi gue bakalan pisah
sama crush gue dong?” Oka memang
sudah hampir 2 tahun menyukai adik kelasnya yang bernama Sarah itu. Oka sering
meminta saran kepada Jihan untuk mendekati Sarah. Tapi ia selalu tidak berani.
“Emmm yeah. Tapi kalian masih bisa komunikasi
kan? Jarak itu ga ada apa-apanya kalo lo udah sayang sama dia,”
“Gue sih sayang, dianya? Kenal sama gue aja
engga. Ya mungkin cuma tau nama gue,”
“Makanya kenalan Oka. Masa lo ga berani sih?”
“Engga. Lo tau kan gue takut banget sama
cewe? Gue udah bilang berapa kali sih ke lo?” Oka memang takut jika berhadapan
sama cewek. Ia selalu merasa gugup. Katanya, cewek itu aneh dan mengerikan.
Entah dilihat dari sisi sebelah mana.
“Berarti lo takut sama gue dong kalo nanti
kita satu kampus?” tanya Jihan.
“Hahaha mana gue tau, emang lo cewek?” Oka
tau bahwa Jihan bukan cewek yang feminim. Ia tidak bisa berdandan seperti cewek
biasanya, kulitnya tidak terlalu putih, ia juga tidak terlalu tinggi.
“Iyalah gue cewe,” jawab Jihan
***
Pengumuman
SNMPTN tiba. Ia tidak memberi tau Jihan ia diterima di PTN pilihannya atau
tidak. “Nanti kalo gue udah daftar ulang baru gue bilang ke lo, ini belum fix Han,” katanya waktu pengumuman SNMPTN
sudah keluar.
Namun,
pada saat daftar ulang, ternyata Oka juga masuk di PTN yang sama dengan Jihan.
“Jihan!” teriaknya di parkiran kampus sambil berjalan kearah Jihan saat ia
menunggu jemputan kakaknya. “Oka?” itu
pertama kalinya mereka bertemu selama mereka berteman. Akhirnya mereka
mengunjungi café dekat kampus untuk menimkati makan siang.
“Let me guess, lo pasti mau pesen ice
matcha latte kan?” tebak Oka saat mereka membuka daftar menu yang diberikan
pelayan. Jihan mengangguk.
“Ice
matcha latte dua, chicken cordon bleu satu, lo apa Han?”
“Sama
roast chicken breast mbak,” kata Jihan pada pelayan yang mencatat pesanan mereka.
“Oke
saya ulang ya kak, makannya chicken cordon bleu satu, roast chicken breastnya
satu. Minumnya ice matcha latte dua, ada apa lagi kak?” ulang pelayan tersebut.
“Engga
mbak itu aja,” Jihan menjawab.
“Baiklah,”
pelayan itu pun pergi meninggalkan mereka berdua. Jihan dan Oka duduk di meja
pojok dekat jendela, sehingga mereka bisa lebih leluasa berbincang tanpa takut
ada orang mendengar.
Mereka
berbincang tentang banyak hal. Mulai dari hobi mereka yang kebetulan sama
hingga urusan percintaan mereka.
“Lo
kok ga nyusul si Aldry kuliah di Surabaya?” tanya Oka, saat mereka membahas
masalah percintaan mereka. Aldry adalah kakak kelas Jihan yang ia sukai sewaktu
SMA.
“Haha,
nope. Gue lebih nyaman disini kayanya daripada harus pindah jauh ke Surabaya,”
jawab Jihan ringan. Pembicaraan mereka terputus karena pelayan sudah
mengantarkan makanan mereka. “Makan dulu yuk,” ajak Jihan. Mereka asik menikmati
makan siang mereka.
“Han,
lo udah ga suka lagi sama Aldry?” tanya Oka tiba-tiba.
“Engga,
kenapa?” “Engga apa-apa sih,” mereka pun melanjutkan makan siang mereka yang
belum selesai.
Setelah
makan siang mereka selesai, mereka melanjutkan perbincangan mereka lagi.
“Lo
ngekos dimana, Ka?” tanya Jihan. “Belum dapet, bantuin cari dong. Nginep dirumah
lo juga gapapa deh, gue bayar,” Jihat mengernyitkan dahi. “Bercanda, Han” Oka
tersenyum jahil menatap Jihan. Mereka diam lagi, Jihan menikmati sisa-sisa ice
matcha latte yang ia pesan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, “Halo? Iya kak? Masih
lunch sama temen nih. Kakak engga
bisa jemput? Yaudah aku panggil taksi aja, oke bye,” Jihan menutup telfonnya.
“Siapa?”
tanya Oka, penasaran. “Kakak gue, dia engga bisa jemput katanya. Bentar y ague telfon
taksi dulu,” Jihan menjawab. “Engga usah, Han. Gue anterin aja, gue bawa mobil
saudara gue tadi kesini,” kata Oka. Jihan masih mempertimbangkannya. “Hmm okay,
tapi jangan culik gue ya!” “Selow kali mbak haha, sekalian gue mau mampir rumah
lo ya? Mau kenalan sama calon mertua gue,” Jihan yang sedang minum langsung
tersedak.
“Apa?”
Jihan masih tidak percaya apa yang barusan di dengarnya.
“Han,
gue suka sama lo. Gue udah niat banget kalo kita ketemu pas daftar ulang, gue
mau bilang perasaan gue ke lo,” Oka menjelaskan.
“Sarah?”
tanya Jihan.
“Gue
udah lama move on dari Sarah, Han.
Gue nyaman sama lo, dulu emang lo temen curhat terbaik gue. Sekarang gue punya
perasaan lebih dari itu. Let me be your
everything,” Oka menanyakan lagi.
“Hmm
okay,” jawab Jihan, ia tersenyum.
“Yes,
yaudah gue anterin lo pulang ya. Boleh mampir kan buat ketemu calon mertua?”
Oka tersenyum jahil lalu berdiri. Jihan ikut berdiri lalu memukul lengan Oka.
“Yaudah
yuk, cuman ada mama doang tapi dirumah,” kata Jihan sambil melangkah ke arah pintu
keluar.
“Engga
apa-apa, kan doa ibu yang paling ampuh hehe. Siapa tau kita langsung disuruh
nikah,”
“Oka
ih,” Jihan kembali memukul lengan Oka.