Sunday, December 29, 2013

Telephone

               Aku rasa aku jatuh cinta lagi. Ceritanya sama. Namun kali ini, aku sudah mengenali suaranya. Awalnya aku tidak tau kalau ini cinta. Tapi saat dia pertamakali meneleponku, aku langsung jatuh cinta pada suaranya.
                Dia perfect bagiku. Dia cowok yang taat, pintar, dewasa, humoris, dan perhatian. Awalnya aku biasa saja karena aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri. Kami berdua juga sering curhat tentang masalah apapun.
***
                Siang itu sedang libur semester sekolah. Amat membosankan karena aku tidak ada kegiatan apapun selain berbaring di tempat tidur, membaca novel, bermain handphone, dan mendengarkan lagu. Aku memutuskan untuk keluar kamar untuk sholat dan makan siang. Tidak seperti biasanya, kali ini aku meninggalkan handphoneku di tempat tidur.
                Setelah aku kembali dan mengecek handphoneku, ada 2 missedcall dari dia. Lalu aku mengirim chat padanya.
                “Ada apa?” tanyaku. Karena baru pertama kali ini dia meneleponku.
                “Temenin aku ya?” tanpa sempat aku membalasnya, ia sudah meneleponku via instant messaging yang punya berbagai macam sticker lucu berbentuk beruang dan kelinci itu. Awalnya aku ragu mengangkatnya. Akhirnya aku membuat alasan “Ada adek gue,” kataku. Padahal saat itu aku sedang sendirian di kamar. Aku terlalu gugup.
                “Terus kenapa kalo ada adek lo?” ia lalu meneleponku lagi. Kali ini aku memberanikan diri untuk mengangkatnya.
                “Halo?” sapanya diseberang sana.
                “Apaan kak?” aku masih gugup. Tuhan, aku suka suaranya. Suaranya indah sekali.
                “Temenin gue. Gue sendirian di kelas,” katanya.
                “Di kelas? Ngapain? Bukannya lagi libur ya?”
                “Gue kan kelas 12. Ini lagi pemotretan buat yearbook,”
                “Ooh” aku bingung mau menjawab apa, aku masih gugup. Jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya.
                “Oh doang nih? Yah nyesel nih gue nelfon lo,” nada kekecewaan terdengar dari seberang sana. “Lo adek paling jahat deh,”
                “Ih gue adek paling baik sedunia tau,” aku mulai sedikit tenang.
                Kami pun saling bercanda dan membicarakan hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Setelah 5 menit, telfon pun terputus.
***
                Tidak lama, handphoneku bergetar. Ada chat yang dibarengi dengan telepon dari dia.
                “Halo? Sorry tadi wifi tiba-tiba mati,” katanya.
                “Oke, no prob,” kami pun melanjutkan pembicaraan yang sempat terputus tadi.
                15 menit setelah kami berbincang-bincang hal-hal yang tidak terlalu penting,
                “Eh temen gue udah dateng. Thanks ya dek,” katanya.
                “My pleasure kak,” aku menjawabnya dengan bibir tersenyum bahagia.
                “Nice to hear your voice. Kapan-kapan lagi yaa,”
                “Siap! Gue tunggu,” kataku. Lalu ia mematikan teleponnya.

                Jantungku masih sama seperti tadi. Detaknya menjadi lebih cepat dari biasanya. Bibirku terus tersenyum hingga pipiku terasa pegal. Tapi aku senang. Aku senang mendengar suaranya. Dan aku rasa aku jatuh cinta lagi setelah setahun belakangan ini aku malas jatuh cinta karena masa lalu. Aku senang dia menganggapku seorang adik. Buatku, itu sudah lebih dari cukup. Aku senang bisa mengenalnya.