Monday, October 21, 2013

Beda Tapi Sama

                Aku percaya kalo semua orang itu punya kepribadian yang beda. Termasuk cowok. Aku kurang setuju dengan pendapat “Semua cowok sama” yang biasa dilontarin cewe. Mungkin, mereka kurang melihat sisi lain dari si cowok.
                Tapi kali ini, aku nemuin sosok cowok yang mirip dengan masa laluku. Masa lalu yang sebenarnya sampai saat ini aku belum bisa melupakannya. Memang, melupakan masa lalu itu lebih susah daripada melupakan isi buku sejarah. Untungnya aku anak IPA, yaa meskipun masih ada pelajaran sejarah yang sebenarnya membuatku jengkel sih.
Kenapa jadi bahas sejarah?
                Masa laluku bernama Mavin. Ia cowok yang pernah menempati hatiku selama hampir 1 tahun. Ia cowo yang baik. Ia tidak pernah berkata kotor/kasar, ia selalu taat beribadah, ia juga rajin belajar, ia menyukai film, dan ia sangat perhatian.
                Sama seperti yang dilakukan seseorang padaku sekarang, setelah Mavin pergi hilang entah kemana. Mario namanya. Perkenalan kami berawal saat aku dan sahabatku, Naya sedang asik nongkrong di Jco.
                Tiba-tiba Gery, pacar Naya datang dengan temannya. Iya, dia Mario. Naya yang asik ngobrol dengan pacarnya, lalu pamit untuk jalan-jalan. Tinggallah aku dan Mario. Aku masih asik dengan Jcool-ku. Mario memandangiku.
                “Mau?” tanyaku. Bego, ngapain nawarin orang asing kayak dia? Batinku.
                “Engga, makasih. Gue udah punya ini,” katanya sambil menunjuk cappuccinonya.
                “Ohehe,” aku hanya tersenyum, lalu melanjutkan memakan Jcoolku.
                “Kita belum kenalan,” katanya. Aku tersedak buah longan. “Hahaha,” ia menertawaiku.
                “Oh iya ya hahaha, gue Tira. Lo?” tanyaku.
                “Mario. Kok bisa kenal sama Gery?” tanyanya. “Dia kan pacar sahabat gue, lo siapanya Gery?”
                “Temen satu sekolahannya dia,”
                “Oooh,” yeah, kata ini selalu bisa mengakhiri percakapan. Suasana hening. Ia meminum cappucinonya dan aku sekarang sibuk dengan hapeku.
                “Nay! Lo kemana? Tega amat ninggalin temennya sama orang asing begini.” Aku mengirim pesan kepada Naya. Aku kembali sibuk dengan Jcoolku.
                “Sorry ya Tir gue tinggal. Mendadak nyokapnya Gery nelfon nyuruh dia balik. Alhasil gue ikut kerumah Gery. Have fun aja ya sama temennya Gery,” Naya membalas pesanku. Sialan. Batinku.
Aku melihat ke arah Mario. Ia sedang melihat hapenya juga. “Tir, gimana nih?” tanyanya saat ia memergoki aku memandangnya.
                “Gery udah balik sama cewenya. Lo mau disini aja apa pulang?” lanjutnya.
                “Emm…” aku berpikir keras. Kalo aku pulang, mungkin aku bakal cuma guling-guling dikasur. Kalo disini? Cuma liat orang mondar mandir dan Mario.
                “Nonton yuk,”ajaknya tiba-tiba. Aku kembali tersedak, kali ini almond.
                “Mau nonton apaan?” tanyaku.
                “Udah nonton Prisoners?” aku menggeleng.
                “Yaudah buruan abisin yogurt lo, terus kita langsung ke XXI,” ia lalu menghabiskan Cappucinonya.
***
                Aku dan Mario keluar dari studio. Kami saling diam. Perutku berbunyi. Dari pagi aku belum makan sama sekali.
                “Makan yuk,” ajaknya. Apa Mario denger suara perutku?
                “Yuk, foodcourt aja ya,” lalu kami menuju foodcourt.
XXI dan foodcourt berada satu lantai. Jadi kami tidak perlu naik atau turun escalator. Menuju ke foodcourt, kami masih saling diam. Ia berjalan di depanku, dan aku dibelakang mengikutinya.
                Setelah mencari tempat duduk yang kosong, kami duduk. “Mau gue dulu apa lo dulu yang nyari makan?” kali ini aku berusaha berani memecah keheningan diantara kami. “Lo dulu aja,” aku berdiri dan segera pergi mencari makan. Tak sampai 10 menit, aku sudah kembali. Saat aku meletakkan nampan berisi makan dan minumku, Mario segera berdiri lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia juga kembali lumayan cepat.
                “Lo suka nonton film yang begituan?” tanya Mario saat kami selesai makan.
                “Iya,”
                “Kalo film action atau film romance, lo milih mana?”
                “Gue sih lebih milih action,”
             “Wah, sama dong. Eh ada id Line ga? Siapatau kalo gue lagi suntuk atau ada film baru gue bisa ajak lo pas gue gaada temen,” aku pun memberikan id Lineku. Sejak saat itu, kami dekat. Tidak hanya membicarakan film saja, tapi yang lainnya.
                Gaya bahasanya, ia mirip dengan Mavin. Ia juga sering mengigatkanku untuk belajar, beribadah, makan, dan lain sebagainya. Ia juga selalu mempunyai banyak topik agar chat kami tidak terasa membosankan. Ia seperti Mavin.
                “Tir, nonton yuk. Catching Fire. Lo libur kan Sabtu besok?” tanyanya.
                “Yuk. Sama siapa aja? Gery-Naya?” tanyaku.
                “Lo gatau Gery sama Naya ya? Mereka kan gasuka nonton,”
                “Oh iya hahaha. Oke, besok jam berapa?”
                “Jam 11 kita ketemuan di Jco, oke?”
                “Oke”
***
                Aku sudah ada di Jco 15 menit lebih awal dari yang di janjikan. Dan ternyata Mario juga sudah datang. “Kata gue kan jam 11,” Mario kaget saat melihatku. “Ya gapapa dong lebih awal, toh lo juga udah dateng,” aku lalu duduk di depannya.
                “Bioskop masih 45 menit lagi bukanya, mau gue pesenin minum?” tanya Mario.
                “Gue udah ada ini,” aku menunjuk Jcool yang aku bawa.
                “Oh iya haha,”
Suasana kembali hening. Aku memperatikan Mario saat menyeruput cappuccinonya. Mavin juga suka cappuccino.
                “Tir, jadian yuk,” ucapan Mario yang memecah keheningan mengagetkanku sehingga aku tersedak. Entah sudah berapakali Mario melihatku tersedak.
                “Becanda ya lo?” tanyaku.
                “Gue serius,” Mario mencondongkan tubuhnya kedepan dan menatapku. Aku melihat matanya! Tatapannya…ah indah sekali. Mungkin hanya mata ini yang tidak dimiliki siapapun, termasuk Mavin.
                “Yuk,” aku tersenyum. “Asik. Yaudah, abisin yogurt kamu, terus kita ke XXI beli tiket,” ajak Mario. Ia lalu menyeruput cappuccinonya hingga habis.