Selesai
sudah ujian praktek yang membuatku
pusing setengah mati. Kelas 3 ini sangat membuatku pusing. Pikiranku lelah
dengan semua pelajaran yang dipaksa masuk ke dalam otakku. Tidak, tidak hanya
pelajaran saja. Hidup bukan hanya belajar materi-materi disekolah, tapi banyak
permasalahan diluar sekolah, salah satunya hati.
***
Malam
ini aku memutuskan untuk belajar sejarah. Ya, aku harus belajar sejarah ini
sungguh-sungguh. Selain minggu depan sudah ujian sekolah, guru sejarah yang
mengajar di kelasku tidak pernah menenrangkan soal pelajaran. Beliau hanya suka
menceritakan hal yang sama yang membuat seisi kelas bosan, seperti perjalanan
hidupnya yang menyenangkan.
Aku
mengambil buku paket sejarahku. Melihat sampul bukunya saja sudah bosan. Aku
membuka daftar isi, mencari materi apa yang kurang atau bahkan belum aku kuasai
sama sekali. Aku rasa semuanya belum sepenuhnya aku kuasai. Sehingga aku
membacanya dari bab pertama. Sambil belajar aku mendengarkan lagu dari iPodku
agar tidak bosan.
***
3 Bab
sudah ku baca. Aku mulai mengantuk dengan buku yang 85% berisi tulisan cerita
masa lalu. Aku mengambil handphoneku. Tidak ada apa apa. Aku bingung.
Aku memindahkan earphone dari iPod
ke handphoneku. Lalu aku memencet options shuffle
songs.
Aku
memutuskan membuka SMS ku, meskipun tidak ada satupun SMS yang masuk. Jariku
tergerak kebawah, menuju SMS paling lama yang masih ku simpan. Disitu tertera
nama “Pradito”. Ya, panggil saja dia Dito.
Dito.
Ia sempat membuat hari-hariku menyenangkan, meskipun hanya beberapa bulan. Ia adalah masa lalu ku.
SMS
dari Dito adalah SMS terbanyak yang masih ada di handphoneku. Aku membacanya
dari atas, “Hai” sapanya. SMS itu adalah SMS pertama yang Dito kirim untukku
setelah mendapatkan nomorku. Playlistku masih terputar, jariku masih
menggerakkan trackpad kebawah, mataku
masih jeli membaca setiap SMS dari Dito, pikiranku masih melayang ke masa-masa
itu, dan tak lama hatiku terasa sesak.
Sampai di SMS pada tanggal 17 Oktober pada pukul 22.23
malam.
“Fik, udah tidur belum?” tanyanya.
“Belum kak, kenapa?”
“Nembak cewe malem gini pantes gak
sih?”
“Pantes sih, biar pas itu cewe
bangun terus baca sms dari lo, dia langsung senyam-senyum kayak orang gila
gitu.” Kataku.
“Ceweknya belum tidur tau.”
“Nah bagus dong, biar itu cewenya
bisa mimpi indah.”
“Bener nih? Yaudah, mau gak lo jadi
pacar gue?”
Sampai di SMS ini, dadaku terasa semakin sesak. Namun
bibirku tersenyum. Pada saat itu aku menjawab “Loh? Nembak gue? Emmm mau kak”
dan mulai saat itu, kami resmi jadian.
***
Jariku
masih menggerakkan trackpad. Lagu yang terputar semakin tidak karuan galaunya.
Sampai di SMS pada tanggal 8 Januari.
Aku menghela napas panjang, menyiapkan hatiku. Pada saat itu sekitar pukul 9
malam. Sejak pagi, aku sudah berantem dengan Dito. Sebenarnya hanya masalah
sepele.
“Terus
mau lo apa? Putus?” tanyaku yang waktu itu benar-benar emosi.
“Iya
udahlah, kita putus aja. Capek.” Jawab Dito.
“Oh
oke. Terimakasih buat semuanya.”
“Thanks
too.”
Sejak itu hubungan kami berakhir. SMS terakhir dari Dito
pada saat aku berulang tahun sebulan yang lalu.
***
Playlist
di handphoneku masih terus berjalan. Lagu Beautiful
Goodbye dari Maroon5 terputar. Oh tidak, aku tidak boleh nangis. Aku belum
selesai belajar sejarah untuk ujian sekolah minggu depan. Ya, pelajaran sejaran
mengajarkanku tentang masa lalu, masa lalu yang tidak boleh ditinggalkan dan
terus diingat.